Selasa, 07 April 2009

Efisiensi Public Service Obligation (PSO) Perhubungan Laut



Yang dibahas dalam diskusi meliputi :
• Konsep PSO
• Dasar hukum PSO Perhubungan Laut
• Ukuran Keberhasilan PSO
• Formulasi PSO (Meneg BUMN)
• Hasil Temuan
• Efisiensi PSO Perhubungan Laut
• Kesimpulan dan rekomendasi

PSO adalah pembebanan kewajiban umum yang kemanfaatannya tidak dikorelasikan untuk memenuhi kepentingan bisnis.

Dasar Hukum
1. UU 19 Tahun 2003 tentang BUMN pasal 66 ayat 1.
2. PP 45 tahun 2005 ttg Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN psl 65.
3. Per Menhub No. KM 22 Tahun 2007 ttg Tarif Batas Atas Angkutan Laut Dalam Negeri Kelas Ekonomi .
4. Per Menhub No. KM 1 tahun 2007 ttg Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Umum Bdg Angk Pnp Kls Ekonomi Angkutan Laut Dalam Negeri TA 2007.
5. Kep Dirjen Hubla No. AT.55/I/I/DJPL-07 ttg Penetapan Jaringan Trayek Tetap dan Teratur (Liner) Angkutan Laut Penumpang Dalam Negeri Untuk PT PELNI (Persero) Tahun 2007.
6. Per Menkeu No. 29/KMK.02/2006 ttg Tatacara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaaan Kewajiban Pelayanan Umum Bidang Angkutan Laut Penumpang Kelas Ekonomi dan Bidang Pos.
7. Surat Dirjen Anggaran kepada Dirjen Hubla Dephub No. S-187/AG/2006 mengenai Dana Penyelenggaraan PSO PT PELNI T.A 2007.
8. Perj/ Kespkt Penyelenggaraan KPU di Bdg Angk Laut Pnp Kls Ekonomi TA 2007 No. HH.48/1/1/DJPL-07 & No. TH.13/SS/III/2007 ant DirJen Hubla dg PT PELNI.

Hasil Temuan
a. Usulan PSO PT.Pelni dar1 Rp. 319 M (2003) menjadi Rp.1.006 M (2007).
b. Tidak dilakukan pemisahan pembukuan atas PSO & non-PSO.
c. Kapal yang tidak efisien .
d. Biaya per pnp/mil kelas ekonomi lebih besar dari yang seharusnya.
e. KM Labobar untuk PSO = 3.018 org lebih besar dari kls ekonomi 1.866 org.
f. Peningkatan port stay.
g. Tarif pnp eko naik dari Rp. 315,67/pnp/mil menjadi Rp. 410/pnp/mil.
h. Rute PT.Pelni dilayari oleh pelayaran swasta dgn tarif yang sama.
i. Variable FN pd formula perhitungan PSO disamakan dengan uang rambu.

Efisiensi PSO Perhubungan Laut
1. Penyesuaian Biaya Poko Produksi (BPP).
2. Konversi dari HSD ke MFO.
3. Modifikasi kapal untuk bisa memuat Penumpang, Barang dan Kendaraan (3 in 1).
4. Pengaturan rute (re-routing) menjadi Trunk Line dan Feeder Line (Zoning System).
5. Penetapan Kriteria Fasilitas Negara (FN) dalam formulasi PSO.

Adapun sesi tanya jawab dan pemberian masukan-masukan sebagai berikut :

Bapak Agunan Samosir ,
• Rekomendasi yang diberikan masih umum (sebagi contoh: PenggantianKapal)
• Depkeu berkewenangan untuk mengkaji ulang sehingga tidak terjadi pemborosan dan kesalahan perhitungan.
• Pemisahan pembukuannya harus dijelaskan secara detail.
• Efisiensi Bahan Bakar adalah permaslahan klasik.
• Perlu diperhatikan bahwa sebagian kapal penumpang menjadi kapal barang.
• Data yang diperoleh untuk mengkaji PSO harus dibandingkan dengan data yang diperoleh dari badan Pusat Statistik (BPS).

Bapak Fajar, dari PKPN
• Kita seharusnya menganalisis laba dari PT.Pelni sebelum dan sesudah adanya PSO, jika tidak ada perubahan berarti tidak ada Trade off.
• Perbandingan tarif antara PT.Pelni dengan swasta untuk jalur yang sudah dilayari oleh swasta.
• Bahan bakar, apakah ada selain solar?
• PT.Pelni seharusnya keluara dari jalur yang sudah dimasuki swasta dan melayani jalur yang tidak dilayani swasta.

Bapak Siswanto, dari PKBN
• PSO diberikan karena PT.Pelni rugi dengan maraknya penerbangan murah.
• PT.Pelni belum bisa merubah bisnisnya dengan tetap Jakarta dijadikan pusat.

Bapak Hinsa Siahaan, Peneliti
• Ada 2 sistem perekonomian yaitu Sistem Perekonomian Sosialis dan Sistem Perekonomian Liberal dimana Indonesia menganut yang campuran dengan 3 soko guru perekonomian yaitu pemerintah melalui BUMN, swasta dan Koperasi.
• BUMN diharapkan menjadi agent of development, dimana untuk perhubungan laut dilaksanakan oleh PT.Pelni.
• Jika swasta sudah mampu, ada baiknya diserahkan atau dijual kepada swasta melalui privatisasi sehingga perusahaan bisa lebih kompeten, dan tidak akan muncul risiko fiskal di dalam APBN, Pemerintah nantinya membuat kebijakan pasar.

Ragil Kuncoro
• Perlunya masukan dari berbagai pihak khususnya di BKF untuk menyempurnakan studi mengenai PSO perhubungan laut.
• Perlunya dikaji lebih lanjut mengenai prediksi bagaimana kelanjutan PSO kedepan karena secara teori seharusnya PSO akan terhenti pada suatu kondisi dimana jalur non-ekonomis menjadi jalur ekonomis.

Jawaban dan Tanggapan atas pertanyaan, sebagai berikut:

Bapak Ivan Yulianto
• Rekomendasi yang diberikan memang masih umum,tetapi pada intinya PSO itu harus mencapai apa yang menjadi tujuan adanya PSO secara efektif dan efisien.
• Hasil audit dari BPK selalu menghasilkan angka yang lebih besar dari perhitungan Depkeu kecuali untuk Tahun 2004.
• Masalah likuidasi atau privatisasi BUMN khususnya PT.Pelni belum dibicarakan lebih jauh karena ada komite Privatisasi yang akan mengkaji lebih lanjut.
• Dari 40% jalur pelayaran yang juga dilalui oleh swasta, tarif yang diberlakukan adalah sama dengan tarif dari PT.Pelni. Tetapi PT.Pelni harus melalui jalur lain yang tidak ekonomis demi untuk pelayanan logistik dan segala macamnya.
• Masalah bahan bakar ada 2 jenis yaitu HSD dan MFD. Dimana MFD ini lebih murah tetapi perlu dilakukan modifikasi mesin untuk dapat menggunakannya. Swasta sudah menggunakan MFD dan ada yang memakai kedua bahan bakar tersebut, pada saat mulai berlayar dengan HSD kemudian setelah jalan memakai MFO. Ini dilakukan sebagai salah satu wujud efisiensi biaya yang dikeluarkan untuk bahan bakar.

Kesimpulan:
• PSO Perhubungan Laut cenderung naik, diperkirakan tahun 2008 Rp 835 miliar – 1,07 triliun .
• Prosedur pelaksanaan PSO belum sesuai ketentuan, seperti belum dipisahkannya pelaporan keuangan PSO dan non PSO serta belum adanya keseragaman dalam perhitungan besaran PSO.
• Pelaksanaan PSO belum efisien, seperti ketidaksesuaian ukuran kapal dengan potensi jumlah penumpang, biaya BBM yang lebih mahal dari operator swasta, pengaturan jalur pelayaran yang tidak efisien.
• Adanya pelanggaran dalam pelaksanaan PSO seperti salah perhitungan nilai PSO dan peningkatan kuantitas port stay, sehingga menambah potensi risiko fiskal dan mengurangi tingkat layanan kepada pengguna jasa.

Rekomendasi:
• Melakukan Perhitungan PSO berdasarkan kebutuhan riel per kapal per tahun.
• Melakukan pemisahan pembukuan antara PSO dan Non PSO.
• Melakukan Efisiensi biaya melalui penggantian bahan bakar dan penerapan zoning system (trunk liner & feeder liner).
• Mengganti kapal dgn kapasitas lebih kecil dan mengalihkan kapal besar untuk angkutan barang dan kendaraan.
• Melakukan redefinisi FN (Fasilitas Negara) pada Formula Perhitungan PSO sebagai Pengadaan kapal oleh Pemerintah.
• Agar lebih transparan, pada tahun-tahun yang akan datang, sebaiknya program PSO dilakukan melalui proses lelang.
• Optimalisasi Kapal Perintis.

0 komentar:

Template by: Abdul Munir Admin: Clodi