Kamis, 16 April 2009

Perkembangan Kerjasama Ekonomi Sub-Regional Indonesia : BIMP-EAGA dan IMT-GT


Dalam diskusi ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
• Lingkup kerja sama sub regional
• Latar belakang
• Sifat kerja sama
• Faktor dalam kerja sama
Road Map IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle) 2007-2011
Road Map BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipine - East Asian Growth Area)

Berikut ini adalah ringkasan materi yang Bp. Makhlani sampaikan dalam diskusi.

Ada banyak factor yang mendorong terjadinya kerjasama sub regional diantaranya yaitu letak geografis masing-masing Negara yang saling berbatasan dimana secara tradisional sejak dahulu di perbatasan antar Negara tersebut telah terjadi kegiatan ekonomi.

Kerja sama sub regional tersebut ditujukan untuk:
• Membuat daerah lintas-batas lebih terintegrasi ;
• Memanfaatkan keunggulan komparatif wilayah ;
• Tetap berada dalam struktur ekonomi nasional masing-masing Negara.

Kerja sama sub regional tersebut memiliki peluang dan hambatan.

Bentuk kerja sama sub regional tersebut diantaranya terwujud dalam kerja sama:

IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle)
Kerja sama ini telah dimulai sejak tahun 1993. Kerjasama ini ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan untuk perdamaian dan stabilitas. Kerja sama ini dilakukan melalui langkah-langkah:
• Memfasilitasi dan mempromosikan perdagangan dan investasi intra dan inter IMT-GT
• Mempromosikan pertumbuhan pertanian, agro industri, dan pariwisata
• Memperkuat dukungan infrastruktur dan konektivitas
• Memberikan perhatian terhadap mesalah pengembangan SDM/Lingkungan dan manajemen sumber daya alam
• Memperkuat dukungan institutional, meliputi peningkatan kolaborasi sektor publik dan swasta
Ke depan, untuk meningkatkan kerja sama IMT-GT tersebut, akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
• Memperkuat koordinasi dan proses di antara institusi-institusi IMT-GT
• Meningkatkan kapasitas institusi-institusi IMT-GT
• Memperkuat mekanisme untuk memperbaiki hubungan IMT-GT dengan berbagai organisasi eksternal,
• Memobilisasi dukungan teknis dan finansial dari mitra pembangunan IMT-GT
• Memperluas partisipasi pemerintah provinsi dan pusat


BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipine - East Asian Growth Area)
Kerjasama ini ditujukan untuk memperkecil development gap antar negara anggota ASEAN dimana dari statistic diketahui bahwa GDP Singapura 21 kali lipat dari Indonesia dan 44 s.d. 121 kali lipat dari anggota ASEAN lainnya yang kurang berkembang. Kerjasama ini dilakukan melalui usaha:
• Mempromosikan perdagangan, investasi, dan pariwisata
• Mengkoordinasikan manajemen sumber daya alam
• Mengkoordinasikan rencana dan implementasi dukungan infrastruktur
• Memperkuat struktur dan mekanisme institusional BIMP-EAGA

Hal-hal yang telah dicapai dari kerjasama BIMP-EAGA ini antara lain:
• Pengerjaan 34 proyek produksi, agrobisnis, dan eco-tourism
• Kebijakan Tarif
• Penghapusan Fiskal Travel, serta pembukaan jalur transportasi darat, laut dan udara baru
• Pengurangan biaya telekomunikasi dalam sub-region

Sebelum mengakhiri diskusi, Bp. Makhlani menyampaikan kesimpulan dan saran sebagai berikut,

Kesimpulan:
• Wilayah kerjasama sub-regional mencakup kawasan yang relatif tertinggal karena itu pembangunan infrastruktur menjadi sangat penting ;
• Komitmen politik sangat dibutuhkan terutama untuk meningkatkan volume kerjasama dalam perdagangan, investasi, pariwisata, dan sektor industri ;
• Komplementaritas ekonomi perlu dimanfaatkan sebaik mungkin dengan meningkatkan peran swasta terutama dalam Business Council;
• Koordinasi antar menteri terkait, seperti Menteri Perhubungan, Pariwisata, Pertanian, Tenaga Kerja, Pekerjaan Umum, Keuangan, Bea Cukai, Imigrasi, dan Karantina sangat menentukan keberhasilan program Roadmap development.

Saran:
• Perlu dilakukan optimalisasi peran ADB, Australia, Jepang, Korea, Cina ;
• Perlu memasukan unsur pembangunan sub-regional dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah ;
• Meningkatkan daya saing infrastruktur, cluster ekonomi, dan kawasan pembangunan yang lebih outward looking dan bersifatsub regional;
• Perlu memfokuskan pada frontliner dan kawasan pulau-pulau ;
• Peningkatan peran sekretariat nasional IMT-GT dan BIMP-EAGA dan koordinasi antar kementerian dan lembaga untuk pembangunan cluster-cluster ekonomi .

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 07 April 2009

Sosialisasi Kode Etik Pegawai BKF


Seperti diketahui bahwa mulai tahun 2007 yang lalu Badan Kebijakan Fiskal melaksanakan reformasi birokrasi sejalan dengan program reformasi birokrasi yang dilaksanakan di Departemen Keuangan. Reformasi birokrasi ini ditujukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan kepada publik serta untuk menciptakan aparatur yang bersih, profesional, dan bertanggung jawab. Salah satu agenda dari reformasi birokrasi yang dilaksanakan tersebut yaitu peningkatan disiplin dan manajemen SDM.

Salah satu langkah yang ditempuh untuk lebih meningkatkan, mengaplikasikan, dan menegakkan disiplin dalam kinerja keseharian pegawai di lingkup Badan Kebijakan Fiskal yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.01/2007 tentang Kode Etik Pegawai Badan Kebijakan Fiskal. Hal ini juga merupakan tindak lanjut atas PMK Nomor 29/PMK.01/2007 dimana dalam PMK tersebut mewajibkan setiap unit Eselon I Departemen Keuangan menyusun kode etik pegawai negeri sipil yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing unit.

Kode Etik Pegawai Badan Kebijakan Fiskal tersebut dimaksudkan untuk menegakkan dan memelihara standar perilaku profesional dalam rangka menjaga martabat, citra dan kredibilitas serta meningkatkan disiplin dan ketertiban pegawai di lingkungan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Dalam Kode Etik tersebut antara lain diatur tentang nilai–nilai dasar yang harus dianut dan dijunjung tinggi serta kewajiban dan larangan bagi para pegawai BKF dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta pergaulan hidup sehari-hari.

Nilai-nilai dasar yang dimaksud dalam kode etik tersebut terangkum dalam tujuh nilai dasar (basic values) yaitu:
1. Religius
2. Jujur
3. Bertanggung jawab
4. Disiplin
5. Inisiatif
6. Produktif
7. Peduli

Dalam kode etik tersebut juga diatur kewajiban dan larangan pegawai. Kewajiban pegawai disebutkan dalam 14 poin sedangkan larangan pegawai dijelaskan dalam 15 poin.

Dimana apabila ada pegawai yang melanggar kewajiban dan larangan tersebut dapat dikenakan sanksi berupa:
a. Sanksi moral berupa permohonan maaf secara lisan dan/atau tertulis atau pernyataan penyesalan yang disampaikan secara tertutup atau terbuka; dan/atau
b. Hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 dalam hal terjadi pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Dan yang terakhir, sebagai bukti bahwa setiap pegawai Badan Kebijakan Fiskal telah membaca, memahami, dan bersedia mematuhi ketentuan dalam kode etik serta apabila terbukti melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut bersedia untuk dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka setiap pegawai Badan Kebijakan Fiskal wajib menanda tangani Surat Pernyataan.

[+/-] Selengkapnya...

Template by: Abdul Munir Admin: Clodi